Empat Kiat Agar Ikhlas di Dalam Menuntut Ilmu

Khazanah Islami – Sungguh ikhlas merupakan pondasi diterimanya sebuah amalan dan tangga untuk menyampaikan amalan tersebut.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Dan mereka tidaklah diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam keadaan hanif.” (QS. AlBayyinah :5)
Di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat sebuah hadits dari sahabat Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalaam bersabda:
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Semua perbuatan dinilai dari niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan”.
Tidaklah orang-orang shalih dahulu melampaui kita dan mencapai kemuliaan, kecuali disebabkan oleh keikhlasannya kepada Allah.
Abu Bakr Al-Marrudzy berkata, Aku mendengar seseorang berkata kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang kejujuran dan keikhlasan, lalu imam Ahmad pun berkata,
“Inilah sebab tingginya derajat sebuah kaum.”
Seseorang hanya mendapatkan ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya.
Para salaf dahulu rahimahumullah sangat khawatir akan luputnya keikhlasan saat menuntut ilmu, sehingga mereka tidak mau merasa diri mereka telah ikhlas, bukan karena tidak adanya keikhlasan dalam hati mereka.
Imam Ahmad pernah ditanya,
“Apakah anda menuntut ilmu ini karena Allah?” Lalu beliau menjawab, “Karena Allah? itu adalah perkara yang berat, hanya saja Allah membuat diriku mencintai ilmu, sehingga aku pun mencarinya.”
Siapa yang meremehkan perkara ikhlas, akan luput dari dirinya ilmu dan kebaikan yang begitu banyak.
Sudah sepantasnya bagi orang yang menginginkan keselamatan, agar selalu memeriksa keikhlasan dalam setiap urusannya, baik urusan kecil maupun besar, ketika sendirian maupun di khalayak ramai. Hal tersebut disebabkan sulitnya memperbaiki niat.
Sufyan Ats-Sauri berkata, “Tidak ada yang lebih sulit aku obati melebihi niat, karena niat tersebut suka berubah-ubah.”
Bahkan Sulaiman Al-Hasyimi berkata, “Terkadang saat aku menyampaikan sebuah hadits, aku telah memiliki niat yang lurus, namun tatkala aku sampai pada sebagian hadits tersebut, niatku berubah. Ternyata satu hadits saja butuh untuk selalu memperbaiki niat.”
Sumber Referensi: https://bimbinganislam.com