TISNA NEWS.COM

Beyond Inspiring News

LITERASI DAN INKLUSI PINJAMAN ONLINE (PINJOL) BAGI GENERASI Y DAN Z

OPINI PUBLIK


Malik Cahyadin, S.E., M.Si., Ph.D

Penulis:

Malik Cahyadin, S.E., M.Si., Ph.D,

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS).

Berbagai media online telah memberitakan bahwa keberadaan pinjaman online (pinjol) ilegal menimbulkan banyak korban terutama generasi Y dan Z. Namun demikian, beberapa pinjol legal (resmi) yang telah berkontribusi terhadap kebutuhan dana masyarakat. Data pinjol legal telah dipublikasikan oleh OJK dengan jumlah sebanyak 102 platform per Maret 2023. Secara akumulasi, sejak tahun 2018-2023 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup lebih dari 4.500 platform pinjol ilegal. OJK juga telah menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 2/KDK.02/2020 tanggal 3 Maret 2020 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi). Oleh sebab itu, tulisan ini akan memberikan wawasan singkat tentang literasi dan inklusi pinjol bagi Generasi Y dan Z.   

Literasi dan Inklusi Keuangan

Literasi keuangan merupakan kemampuan mengolah informasi dan pemahaman masyarakat tentang transaksi keuangan yang sah (resmi) dan berkontribusi terhadap kebutuhan dana mereka. Pengertian umum literasi keuangan tersebut memberi penekanan terhadap beberapa kata kunci antara lain kemampuan mengolah informasi, kemampuan  memahami, transaksi keuangan, resmi, dan bermanfaat. Dengan demikian, semakin tinggi kemampuan dan pemahaman masyarakat berimplikasi terhadap semakin tinggi tingkat literasi.

OJK telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 30 /SEOJK.07/2017 yang menyebutkan definisi Literasi Keuangan sebagai “pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan, yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan”. Definisi ini secara eksplisit menyebutkan bahwa literasi keuangan bertujuan untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat literasi keuangan membawa kabar baik terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Manfaat yang diperoleh atas capaian literasi keuangan dapat dibagi menurut agen ekonomi (pemerintah/regulator, pelaku industri keuangan, dan masyarakat). Pertama, pemerintah/regulator dapat merumuskan kebijakan transaksi keuangan secara online (pinjol) dengan sistematis dan mudah dipahami oleh pelaku industri keuangan dan masyarakat. Kedua, pelaku usaha pinjol dapat menawarkan produk/jasa keuangan pinjaman online secara transparan, aman, mudah dan resmi kepada masyarakat. Ketiga, masyarakat dapat memilih dan memanfaatkan produk/jasa keuangan pinjol sesuai kebutuhan, aman, mudah, dan resmi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka.

Selanjutnya, inklusi keuangan mendeskripsikan kondisi aksesibilitas masyarakat terhadap transaksi keuangan yang memberi manfaat terhadap kebutuhan dana mereka. Secara detail, OJK telah menetapkan Peraturan OJK No. 76/POJK.07/2016 yang menyebutkan defisini Inklusi Keuangan sebagai “ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat”.  

Manfaat atas ketercapaian tingkat tertentu inklusi keuangan antara lain: (a) mendorong transaksi ekonomi yang lebih efisien, mudah dan transparan, (b) mendukung pendalaman pasar keuangan bagi masyarakat luas, (c) mendukung peningkatan indeks pembangunan manusia,                              (d) memperbaiki tingkat ketimpangan/kesenjangan ekonomi untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan berkelanjutan, dan (e) menurunkan tingkat kemiskinan.

Mengenal Pinjaman Online (Pinjol)

Pinjaman online (pinjol) merupakan bahasa umum di masyarakat Indonesia untuk memberi label platform (usaha) jasa keuangan berbasis teknologi melalui sebuah aplikasi atau website. Secara spesifik, OJK menggunakan istilah financial technology (FinTech). OJK juga telah mendefisinikan Fintech Lending atau Fintech Peer-to-Peer Lending atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) sebagai “salah satu inovasi pada bidang keuangan dengan pemanfaatan teknologi yang memungkinkan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman melakukan transaksi pinjam meminjam tanpa harus bertemu langsung. Mekanisme transaksi pinjam meminjam dilakukan melalui sistem yang telah disediakan oleh Penyelenggara Fintech Lending, baik melalui aplikasi maupun laman website”. LPMUBTI ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016.

FinTech menjadi salah satu terobosan inovasi jasa keuangan di luar sistem perbankan pada awal Abad XX karena peningkatan transaksi keuangan online. Transaksi keuangan ini berkembang pesat tidak hanya di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Ketersediaan dan kemudahan akses internet termasuk kepemilikan smartphone menjadi penggerak transaksi FinTech diminati oleh berbagai generasi. Generasi Y dan Z yang telah berinteraksi dengan FinTech (Pinjol) memperoleh kemudahan dalam prosedur dan persyaratan transaksi keuangan, dan pencairan dana yang relatif cepat sesuai kebutuhan dana yang diajukan.

OJK telah memberi wawasan dan himbauan kepada masyarakat untuk memperhatikan tujuh hal penting sebelum bertransaksi dengan pinjol, yaitu: (a) Pinjol terdaftar/berizin di OJK, (b) jumlah dana pinjaman untuk dana produktif dan maksimal 30% dari penghasilan, (c) lunasi cicilan tepat waktu, (d) jangan menutup pinjaman dari pinjaman baru, (e) memahami tingkat bunga dan denda pijaman, dan (f) pahami kontrak perjanjian.  

Dalam rangka menjamin transaksi pinjol yang sah, aman dan masih dalam pengawasan pemerintah, maka OJK telah mempublikasikan sebanyak 102 platfom FinTech per 9 Maret 2023. Data nama-nama platform ini dapat diakses di laman OJK sehingga masyarakat tidak mudah terjebak penawaran transaksi keuangan online yang mudah tetapi ilegal.

Dua Generasi: Gaya Hidup, Internet, dan Pinjol Ilegal

Dua generasi yang berinteraksi dengan internet, bergaya hidup dinamis dan beberapa diantara mereka terjerat kasus pinjol ilegal adalah Generasi Y dan Z. Karakteristik umum kedua generasi tersebut telah diungkap dalam The Generation Theory. Pada awalnya teori ini dikemukakan oleh Karl Mannheim pada tahun 1927. Generasi Y disebut sebagai Generasi Millennial yang lahir pada tahun 1981-1996. Generasi ini mempunyai ciri antara lain masyarakat yang adaptif terhadap teknologi, rasa ingin tahu, percaya diri, dan kritis terhadap kondisi yang sedang terjadi di sekitarnya. Sementara itu, Generasi Z disebut juga sebagai Generasi Internet yang lahir pada tahun 1997-2012. Generasi ini mempunyai karakterisktik meliputi masyarakat yang berinteraksi dengan teknologi modern, teknologi adalah bagian dari hidup, berperilaku global, dan mempengaruhi sikap masyarakat secara luas.

Berbagai kasus penipuan transaksi pinjaman online (Pinjol) tidak terlepas dari tiga kondisi yang banyak dialami oleh Generasi Y dan Z. Kondisi tersebut meliputi gaya hidup, pemanfaatan internet secara bebas, dan jebakan pinjaman ilegal (tidak resmi). Kondisi ini juga bagian tidak terpisahkan dari dampak pandemi COVID-19 dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK), akses dan pemanfaatan internet secara mudah dan luas, dan kesetiakawanan/kesadaran sosial yang menurun. Konskuensinya, kedua generasi tersebut mudah menerima tawaran pinjaman dana dengan prosedur dan persyaratan yang mudah tetapi tidak memperhitungkan risiko jebakan hutang yang akan dan harus dihadapi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gaya hidup adalah “pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat”. Secara sederhana, gaya hidup dapat dicerminkan oleh pola konsumsi dan aktivitas sehari-hari Generasi Y dan Z baik di media sosial (interaksi tidak langsung) dan ruang publik (interaksi secara langsung). Gaya hidup dapat mencerminkan kondisi riil seseorang atau kondisi semu. Permasalahan akan banyak muncul pada generasi/golongan dengan kondisi semu. Kondisi semu bermakna bahwa seseorang tidak mampu menyesuaikan kemampuan dirinya terhadap gaya hidup yang dia pilih/kerjakan. Golongan ini akan mudah terjebak terhadap berbagai tawaran transaksi keuangan yang bersifat jangka pendek, mudah, dan tanpa ada kepastian hukum (ilegal).

Internet yang semakin mudah diakses dengan cakupan yang luas terutama sejak pandemi COVID-19 telah membawa perilaku ketergantungan hidup semua generasi terhadap media sosial dan transaksi online. Sebagai contoh, berbagai hasil survei mengungkap bahwa pada awal tahun 2019 jumlah kepemilikan/akses smartphone masyarakat Indonesia sekitar 133% terhadap total penduduk sedangkan akses kepada internet dan media sosial mencapai 56%. Kondisi ini meningkat signifikan pada tahun 2022 yaitu 73.70% terhadap total penduduk mengakses internet, 68,90% yang mengakses media sosial secara aktif. Namun demikian, pada periode yang sama akses terhadap smathphone hanya meningkat sedikit yaitu 133,30%. Dengan demikian, Indonesia merupakan pasar yang relatif besar bagi perusahaan internet (teknologi informasi dan komunikasi) dan semua platform pinjol.  

Jebakan pinjaman online ilegal dimaknai sebagai kondisi dimana pemberi pinjaman (pelaku usaha pinjol) dapat menentukan dan menekan penerima dana pinjaman untuk melunasi hutang dengan nominal yang ditentukan secara sepihak oleh pinjol tanpa didasarkan pada dokumen dan prosedur yang sah secara hukum (ilegal). Data OJK menunjukkan bahwa sebanyak 4.160 usaha/platform (2018 – Agustus 2022) dan sebanyak 352 platform pinjaman online (pinjol) ilegal dan 77 konten di Facebook dan Instagram yang menawarkan pinjol secara illegal (April-Juni 2023). Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia diharapkan meningkatkan literasi keuangan sebelum melakukan inklusi keuangan.

Otorisasi Transaksi Keuangan Online Berjenjang dan Legal

Transaksi keuangan secara online memerlukan persyaratan, tahapan dan pengesahan yang berjenjang dan sah secara hukum. Internet memberi manfaat atas kemudahan transaksi tetapi proses otorisasi transaksi harus melibatkan beberapa pihak yang berwenang dan mendapat perlindungan hukum (legal). Oleh sebab itu, tiga peraturan bidang jasa keuangan yang sepatutnya dipelajari/diketahui oleh masyarakat antara lain:

  • OJK menerapkan Undang-Undang 21/2011 tentang OJK dalam rangka perlindungan konsumen dalam transaksi keuangan
  •  OJK menerbitkan Peraturan OJK POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).
  •  Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 2/KDK.02/2020 tanggal 3 Maret 2020 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi).

Kelemahan Pinjol ilegal yang selama ini menjerat para nasabah terletak pada prosedur berjenjang dan sah secara hukum yang tidak dilakukan. Oleh sebab itu, OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI sudah tepat melakukan tindakan tegas untuk menutup semua aplikasi pinjol ilegal dan menetapkan aturan khusus tentang pinjol resmi yang diakui oleh OJK.

Otorisasi transaksi keuangan online berjenjang dilakukan oleh:

  1. Pemerintah yang diwakili oleh OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
  2. Pelaku usaha platform FinTech (Pinjol) yang harus memenuhi ketentuan transaksi jasa keuangan yang telah ditetapkan oleh OJK
  3. Masyarakat (nasabah) harus mendapat persetujuan dari keluarga pada saat melakukan transaksi keuangan online.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *